MORA-JATAKA


Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru di Jetavana tentang seorang bhikkhu yang menyesal.  Bhikkhu ini dibimbing oleh beberapa yang lain ke hadapan Sang Guru, yang kemudian bertanya, “Benarkan, Bhikkhu seperti yang aku dengar, bahwa anda menyesal ?” “Ya Bhante”
“Apa yang membuatmu berbuat demikian ?”
“Seorang wanita yang mengenakan  pakain yang bagus sekali.”

 Kemudian kata Sang Guru, “Tidaklah mengherankan jika wanita membawa masalah bagi orang seperti dirimu! Bahkan orang bijak, yang selama tujuh ratus tahun tidak melakukan perbuatan buruk (sehubungan dengan nafsu/kilesa) dengan hanya mendengar suara wanita membuat dirinya melakukan pelanggaran dengan segera. Bahkan seorang yang suci menjadi tidak suci, bahkan mereka yang telah mencapai kehormatan tertinggi kemudian mendapat aib – apalagi orang biasa.” Dan beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.

Dahulu kala, ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta terlahir  ke dunia ini sebagai seekor merak. Cangkang telur tempat dia berada memiliki kulit yang berwarna kuning seperti kuncup kanikara dan ketika telurnya pecah, dia menjadi seekor merak emas, cantik dan indah dengan garis-garis indah berwarna merah di bawah sayapnya. 

Dalam kehidupannya sehari-hari, dia melewati tiga barisan perbukitan, dan pada bukit keempat dia berdiam, di dataran tinggi sebuah bukit emas di  Gunung Dandaka, ketika hari mulai subuh, saat dia duduk di bukit sambil memandang terbitnya matahari. Dia melafalkan mantra brahma umtuk melindungi dirinya agar selamat di lahan makanannya sendiri.
Disanalah dia bangkit, Raa dari semua penglihatan; membuat semua benda terang dengan sinar emasnya.Anda yang saya puja, makhluk yang agung dan milia membuat semua benda terang dengan sinar emasmu.Jagalah saya agar selamat, saya berdoa, melewati hari-hari yang akan datang.

Setelah memuja matahari dengan cara seperti ini dengan mengucapkan mantra yang dibacakan diatas, dia mengulang yang lain untuk memuja Buddha yang telah lewat dan semua kebaikan mereka.
Semua orang suci, yang berbudi luhur, bijaksana dalam ilmu dan pengetahuan yang mulia.Saya benar-benar menjunjung tinggi dan mohon dengan sangat akan bantuan dari mereka.Semua junjungan kepada yang bijak, untuk menjunjung tinggi kebijaksanaan, untuk kebebasan, dan untuk semua yang telah dibebaskan.

Setelah memanjatkan mantra ini untuk melindungi dirinya dari bahaya.sang merak pun pergi makan.
Kemudian setelah terbang selama seharian penuh, dia kembali pulang di saat senja dan duduk diatas bukit untuk melihat terbenamnya matahari, kemudian sambil bermeditasi, dia mengucapkan mantra lain dan untuk melindungi dirinya dan menjauhkannya dari yang jahat.
Disanalah dia berada, Raja dari semua penglihatan.Dia yang membuat semua benda terang dengan sinar emasnya.
Anda yang saya puja, makhluk yang agung dan mulia. Membuat semua benda terang dengan sinar emasmu, melewati malam, seperti melewati siang.Jagalah saya supaya aman, saya berdoa
Semua orang suci yang berbudi luhur, bijaksana dalam ilmu dan pengetahuan mulia,Saya benar-benar menjunjung tinggi dan memohon dengan sangat akan bantuan dari mereka.Semua junjungan kepada yang bijak, untuk menjunjung tinggi kebijaksanaan, untuk kebebasan dan untuk semua yang telah dibebaskan.

Setelah memanjatkan mantra ini untuk menjaga dirinya dari bahaya, sang merakpun jatuh tertidur.
Kala itu, ketika seorang pemburu jahat tinggal di sebuah desa pemburu liar dekat Benares, disaaat mengembara di sekitar Himalaya, dia melihat Bodhisatta bertengger di bukit emas gunung Dandaka dam memberitahukannya kepada putranya.

Secara kebetulan, pada suatu hari, salah satu istri Raja Benares yang bernama Khema melihal dalam mimpi, seekor burung emas sedang memberikan wejangan. Hal ini diberitahukannya kepada raja, mengatakan bahwa dia ingin sekali mendengar wejangan dari merak emas. 

Sang raja bertanya kepada anggota istananya tentang merak emas ini dan salah seorang anggota istananya berkata, “Para Brahmana pasti mengetahui tentang ini.” Dan kemudian para brahmana menjawab,” Iya ada seekor merak emas.” Ketika ditanya dimanakah merak ini berada, mereka mengatakan para pemburu pasti mengetahuinya.  

Kemudian raja pun memanggil para pemburu dan menanyakan kepada mereka dimanakan merak emas ini berada, mereka berkata, “Oh Paduka, disebuh bukit emas di Dandaka dan ada seekor merak emas hidup disana.”
“Kalau begitu, bawalah dia kemari, jangan dibunuh ! Saya mau dia dibawa dalam keadaan hidup!” kata sang raja.

Pemburu itu mulai memasang perangkap di lahan makanan sang merak. Tetapi bahkan ketika sang merak berpijak disana, perangkapnya tidak mau menutup. Pemburu ini mencoba untuk tujuh tahun lamanya dan tetap tidak sanggup untuk menangkap merak emas ini dan akhirnya meninggallah dia disana dan Sang Ratu Khema pun meninggal tanpa mendapatkan impiannya.

Raja sangat gusar karena ratunya mati karena seekor merak, maka diapun memerintahkan agar sebuah pesan ditulis di atas papan emas : Diantara pegunungan Himalaya terdapat sebuah bukit emas di Gunung Dandaka, disana hidup seekor merak emas dan barang siapa yang memakan dagingnya akan menjadi awet muda dan abadi.” Ini diletakkannya di sebuah peti.

Setelah dia meninggal, raja berikutnya mambaca pesan ini dan berpikir, “Saya akan menjadi awet muda dan abadi.” Kemudian dia mengutus pemburu yang lain untuk melakukannya. Seperti yang lain, pemburu ini juga gagal untuk menangkap sang merak dan meninggal dalam usahanya. Dengan kejadian yang sama, kerajaan tersebut mengalami hal yang sama oleh enam raja penerusnya.

Kemudian yang ketujuh pun bangkit, dia juga mengirim seekor pemburu. Sang pemburu mengamati bahwa ketika Sang merak emas datang ke perangkap, perangkap itu tidak tertutup dan juga dia mengucapkan mantra sebelum keluar untuk mencari makan. 

Kemudian dia pergi dan menangkap seekor merak betina yagn dilatih untuk menari ketika dia menepuk tangannya dan dengan jentikan suaranya, dia membuatnya bersuara. Kemudian, dia membawa merak betina itu, menyiapkan perangkap, meletakkan dengan benar di tanah, saat pagi-paginya, sebelum sang merak mengucapkan mantranya. 

Kemudian dia membuat merak betina itu bersuara, suara yang tidak diinginkan ini – menimbulkan hasrat di dalam hati sang merak;  kemudian tenang meninggalkan mantra tanpa terucap, dia datang menghampiri merak betina dan tertangkap di dalam perangkap. Kemudian sang pemburu membawanya dan menyerahkannya kepada Raja Benares.

Sang Raja sangat senang dengan keindahan sang merak dan memerintahkan untuk meletakakkan sebuah kursi untuk sang merak. Duduk diatas kursi yang telah disediakan, Bodhisatta bertanya,” Mengapa anda menangkapku Paduka?”

“Karena mereka berkata, bahwa yang memakan dirimu akan menjadi awet muda dan abadi. Maka dari itu, saya berharap untuk dapat awet muda dan abadi dengan memakan dirimu.” Jawah sang raja
“Kalau begitu – katakanlah benar semua yang memakan ku akan menjadi awet dan abadi. Tetapi disisi lain, saya harus mati.”
“Benar” jawab raja
“Baiklah – dan jika saya mati, bagaimana bisa dagingku memberikan keabadian bagi yang memakannya ?”
“Warnamu adalah emas, maka dari itu, konon mereka yang memakan mu akan menjadi awet muda dan hidup selamanya.”

“Paduka, ada alasan yang sangat bagus untuk warna emasku. Dahulu kala, saat mempunyai kekuasaaan di seluruh dunia, memerintah tepat di kota ini sebagai seorang Cakkavati. Saya menjalankan lima latihan moralitas dan membuat semua orang melakukan yang sama. Untuk itu saya terlahirkan kembali setelah kematian, dialam Tavatimsa, disana saya hidup, tetapi di kelahiran berikutnya,  saya menjadi seorang merak sebagai hasil dari perbuatan buruk; walaupun demikian, saya berwarna emas karena sebelumnya saya telah menjalankan latihan moralitas tersebut.”

“Apa ? Sangat menakjubkan ! Anda adalah seorang raja dunia yang menjalankan latihan moralitas, dan terlahirkan denan warna emas sebagai hasilnya ! Silahkan buktikan !”
“Saya punya satu, Paduka “
“Apakah itu ?”
“Baiklah Paduka, ketika saya memerintah, saya selalu berjalan di udara dengan kendaraan yang berhiaskan permata yang sekarang terkubur di bumi, dibawah air danau kerajaan, Galihlah dari dasar danau itu dan itu akan menjadi bukti!”

Rajapun menyetujui rencananya dan memerintahkan untuk mengeringkan danaunya dan berhasil menggali keluar kereta kerajaaannya dan kemudian memanggil Bodhisatta.

Kemudian Bodhisatta bertanya kepada raja, “Paduka, selain nibbana yang abadi, semua benda yang lain, sifatnya merupakan hasil uraian, adalah tidak kekal, tidaklah abadi, semuanya akan selalu berubah, hidup dan mati.”

Sambil menguraikan tentang pembahasan ini, dia membuat raja menjadi kukuh di dalam latihan moralitas, kedamaian menyelimuti hati sang raja.

Dia kemudian melimpahkan kerajaannya kepada Bodhisatta dan menunjukkan penghormatan tertingginya. Bodhisatta mengembalikan pemberiannya dan setelah persinggahannya selama beberapa hari, dia terbang kembali ke bukit emas di Gunung Dandaka dengan nasihat perpisahan.
Oh paduka, selalu waspada!
Dan raja pun menuruti nasihat dari Bodhisatta dan setelah mempraktikkan perbuatan memberikan derma dan berbuat kebajikan lainnya, beliau meninggal dengan tenang

Ketika Sang Guru selesai memaparkan kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka – Pada masa itu, Ananda adalah sang raja dan diriKU adalah merak emas itu.

Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Copyright © 2011. Cerita Jataka - Kisah Sang Buddha Gautama pada masa kelahiran lampau - All Rights Reserved
Template Proudly powered by Blogger