Kisah Ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana tentang dua orang bhikkhu yang pemarah. Dikatakan bahwasannya ada dua orang bhikkhu yang pemarah, kasar dan bengis. Satu tinggal di Jetavana dan satu lagi tinggal di desa.
Suatu hari, bhikkhu desa itu datang ke Jetavana atas beberapa pesanan atau yang lainnya. Para samanera dan bhikkhu muda mengetahui sifat Bhikkhu ini yang pemarah, jadi mereka membawanya ke bilik Bhikkhu yang satunya lagi, semua senang sekali melihat mereka bertengkar.
Segera setelah mereka bertemu satu sama lain, kedua orang pemarah ini, kemudian mereka bergegas saling memegang, mengelus dan membelai tangan, kaki dan punggung temannya.
Para Bhikkhu memperbincangkan hal ini dlam balai kebenaran, “Avuso, kedua bhikkhu ini adalah orang yang pemarah, kasar dan bengis kepada semua orang tetapi terhadap satu sama lain, mereka adalah teman yang baik, ramah dan simpatik !”
Sang Guru masuk dan bertanya apa yang sedang mereka bicarakan. Setelah mendengar penjelasan mereka, Sang Guru berkata, “Ini Para Bhikkhu, bukan pertama kalinya mereka yang pemarah, kasar dan bengis kepada semua orang namun menunjukkan kepada diri sendiri kebaikan, keramahan, dan kesimpatikan satu sama lain. Hal ini juga terjadi seperti demikian pada zaman dahulu.” Dan setelah berkata demikian, beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
Sang Guru masuk dan bertanya apa yang sedang mereka bicarakan. Setelah mendengar penjelasan mereka, Sang Guru berkata, “Ini Para Bhikkhu, bukan pertama kalinya mereka yang pemarah, kasar dan bengis kepada semua orang namun menunjukkan kepada diri sendiri kebaikan, keramahan, dan kesimpatikan satu sama lain. Hal ini juga terjadi seperti demikian pada zaman dahulu.” Dan setelah berkata demikian, beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
Dahulu kala, ketika Bramadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta adalah tangan kanannya, seorang anggota istana yang memberinya nasihat dalam masalah pemerintahan dan masalah spiritual. Adapun raja, ini adalah seorang yang bersifat agak tamat dan dia mempunyai seekor hewan yakni seekor kuda, yang bernama Mahasona.
Beberapa pedagang kuda dari negri utara membawa turun lima ratus kuda dan kabar dikirimkan kepada raja bahwa kuda-kuda telah tiba. Ada pun sebelum ini, Bodhisatta selalu meminta pedagang itu menetapkan harga mereka sendiri dan membayar lunas semuanya.
Tetapi sekarang raja sedang tidak senang dengannya, memanggil pejabat istananya yang lain, yang terhadapnya dia berkata, “ Teman, suruh orang-orang itu menyebutkan harga mereka; kemudian lepaskan Mahasona jadi biar dia berbaur di antara mereka; buatlah dia menggigit mereka dan ketika mereka lemah dan terluka, minta orang-oranga itu untuk mengurangi harga mereka.”
Tetapi sekarang raja sedang tidak senang dengannya, memanggil pejabat istananya yang lain, yang terhadapnya dia berkata, “ Teman, suruh orang-orang itu menyebutkan harga mereka; kemudian lepaskan Mahasona jadi biar dia berbaur di antara mereka; buatlah dia menggigit mereka dan ketika mereka lemah dan terluka, minta orang-oranga itu untuk mengurangi harga mereka.”
“Baik,” kata orang itu dan demikian lah yang dilakukannya.
Para pedagang dengan sangat marah memberitahukannya kepada Bodhisatta mengenai apa yang telah dilakukan oleh kuda ini.
“Apa kalian tidak mempunyai hewan lain yang seperti itu di kota kalian ?” tanya Bodhisatta.
“Ada.” Jawab mereka, disana ada satu yang bernama Suhanu (si Rahang Kuat) dan adalah seekor hewan yang liar dan galak.” Bawalah dia bersama kalian lain kali kalian datang.” Kata Bodhisatta dan mereka berjanji akan melakukannya.
Jadi saat berikutnya mereka datang, hewan ini datang bersama mereka. Raja yang mendengar kalau pedagang kuda itu telah datang, membuka jendelanya untuk melihat kuda-kuda itu dan memberi perintah untuk melepaskan Mahasona. Kemudian saat para pedagang melihat Mahasona datang, mereka melepaskan Suhanu. Begitu keduanya bertemu,. Mereka berdiri diam sambil menjilati sekujur tubuh mereka satu sama lain.
Raja bertanya kepada Bodhisatta, bagaimana kejadiannya, “Teman, ketika kedua kuda liar itu bertemu yang lain, mereka galak, buas dan liar, kedua kuda liar itu akan menggigiti mereka, dan membuat mereka sakit. Tetapi terhadap satu sama lain – mereka berdiri diam, saling menjilati satu sama lain sekujur tubuh! Apa alasannya ?”
“Alasannya adalah, mereka tidaklah berbeda, melainkan sifat dan karakter yang sama.”
Dan dia mengulangi beberapa bait berikut :
Burung-burung yang berburu sama berkumpul bersama;
Mahasona dan Suhanu keduanya sama; Dalam jangkauan dan tujuan, keduanya adalah sama –Tidak ada perbedaan yang kulihat.
Keduanya liar, dan keduanya jahat, keduanya selalu menggigit tali pengikat;Jadi kasar dengan kasar, buruk dengan buruk, demikianlah mereka bersikap.
Kemudian Bodhisatta melanjutkan untuk memperingatkan raja agar melawan keserahakan yang berlebihan dan perampasan barang milik orang lain; dan memperbaiki nilainya, dia membuatnya membayar harga yang sepantasnya.
Para pedagang menerima harga yang wajar dan pergi dengan sangat puas, dan raja terikat oleh nasihat Bodhisatta, kemudian meninggal dunia dan menerima hasil perbuatannya sesuai dengan perbuatannya.
Ketika Sang Buddha selesai menyampaikan uraian ini dan mempertautkan kisah kelahiran mereka,. Bhikkhu-bhikkhu yang buruk adalah kedua kuda itu, Ananda adalah raja dan diriKu adalah penasehat yang bijaksana,
Posting Komentar