MANICORA-JATAKA

Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika tinggal di Veluvana tentang bagaimana Devadatta mencoba membunuhnya. Ketika beliau mendengar hal itu, dia berkata kepada muridnya. “Para Bhikkhu, ini bukan pertama kalinya Devadatta mencoba membunuh-Ku; dia sudah pernah mencobanya dahulu dan gagal kemudian beliau menceritakan kisah masa lampau.

Dahalu kala, ketika Brahmadatta memerintah di Benares ketika Bodhisatta dilahirlan sebagai anak dari sebuah keluarga yang tinggal di desa yang tidak jauh dari kota.

Ketika dia tumbuh dewas, mereka mencarikan seorang wanita mudra dari Benares untuk dinikahkan dengannya. Dia adalah seorang gadis yang elok dan rupawan, cantik bagaikan bidadari, luwes bagaikan tanaman menjalar, jelita bagaukan kinnara. Namanya adalah Sujjata; dia setia; berbudi luhur dan bertanggung jawab. Dia selalu bertindak sepatutnya terhadap suami dan  mertua. Gadis ini amat disayangi dan dihargai oleh Bodhisatta. Demikianlah mereka hidup bersama dalam kebahagiaan, kesatuan dan kemanunggalan pikiran.

Suatu hari Sujatta berkata kepada suaminya, “Saya ingin menemui ibu dan ayahku.” “Bagus sekali istriku.” Balas si suami. “Persiapkan makanan secukupnya untuk perjalanan.” Dia meminta pelayannya memasak  beragam jenis makanan dan meletakkan perbekalannya ke dalam kereta; karena dia yang akan mengendarai kereta itu, maakd ia duduk di depan dan istrinya di belakang. 

Mereka menuju Benares dan di tengah perjalanan, mereka mengistirahatkan kereta, mandi dan makan. Kemudian Bodhisatta kembali naik ke keretanya dan duduk di depan sedangkan Sujata yang telah mengganti pakaiannya dan merias diri duduk di belakang.

Ketika kereta memasuki kota, Raha Benares kebetulan sedang mengadakan upacara mengelilingi kota dengan menunggangi gjah kebesaarannya dan dia melewati tempat itu. Sujata telah turun dari kereta dan berjalan kaki di belakang. 

Raja seketika melihatnya dan tertarik pada kecantikannya dan jatuh cinta padanya. Dia memanggil salah satu pengawalnya. “Pergilah!” katanya “cari tahu apakah wanita itu sudah bersuami  atau belum.” Pengawal itu melakukan apa yang diperintahkan dan datang kembali melapor Sang Raja,” dia sudah memiliki suami, dan pria yang duduk di kereta itu adalah suaminya/” lapor sang pengawal.

Raja tidak bisa menahan perasaan cintanya dan nafsu merasuki pikirannya. “Akan kucari cara untuk menyingkirkan orang ini.” pikirnya. “dan kemudian akan kudapatkan istrinya untukku sendiri” dengan memanggil seorang pengawalnya dia berkata.” Teman, ambillah mahkota permata ini dan pergilah dengan gaya seolah-olah anda hendak melewati jalan ini. Sewaktu anda berjalan, jatuhkan ini ke dalam kereta laki-laki itu disana.” 

Seraya berkata demikian, dia memberikan mahkota itu dan menyuruhnya pergi. Pengawalnya pun pergi melaksanakan perintah raja dan kemudian kembali dan melapor kepada raja bahwa itu telah dilaksanakan.
“Saya telah kehilangan sebuah mahkota permata!” teriak Sang raja.  Semuanya pun menjadi ricuh,” tutup semua gerbang!” perintah raja. “Tutup semua jalan keluar dan cari pencuri itu sampai dapat!” pengawal raja pun mematuhi perintahnya. Seluruh kota dilanda kebingungan. 

Pengawal tersebut, dengan membawa serta beberapa orang bersamanya berjalan menuju kea rah kereta Bodhisatta dan berteriak,” Heyy Hentikan kereta ini! Raja telah kehilangan sebuah mahkota permata dan kami harus memeriksa keretamu!” kemudian dia pun mencarinya dan menemukannya di tempat yang tadi dia letakkan. “Pencuri mahkota !” teriaknya sambil menangkap Bodhisatta. 

Mereka memukulnya, menendangnya dan kemudian mengikat tangannya ke belakang serta menyeretnya ke hadapan raja dan berteriak,” Lihatlah pencuri yang mengambil mahkota anda!” “Penggal kepalanya” perintah sang raja. 

Kemudian mereka mencambuknya dan menyiksanya di setiap sudut jalan dan melemparnya ke luar kota dari gerbang selatan.
Sujata meninggalkan kereta, menjulurkan tangannya dan berlari kearah suami nya sambil meratap,” Oh Suamiku, sayalah yang menyebabkan dirimu berada dalam keadaan seperti ini!”  

Pengawal raja melempar Bodhisatta dengan tujuan memancung kepalanya. Ketika dia melihat ini, Sujata terpikir dengan kebaikan dan kebajikan dirinya, sambil merenung di dalam hatinya, “Tidak ada dewa disini yang cukup kuat untuk menahan tangan orang-orang yang kejam dan jahat ini, yang bertindak semena-mena terhadap orang baik.” 
Dengan menangis dan meratap, dia mengulangi bait pertama
Tidak ada dewa disini, mereka pasti jauh sekali;  Tidak ada dewa dialam ini yang cukup berkuasa ;Sekarang orang-orang jahat dan kejam bisa bertindak sesuka mereka, karena disini tidak ada yang berani mengatakan tidak kepada mereka.
Ketika wanita yang memiliki moralitas ini meratap demikian, maka tahta Sakka raja para dewa, menjadi panas karenanya, “Siapa yang dapat membuatku turun sebagai raja dewa ?” pikir Sakka. Kemudian dia mengetahui apa yang terjadi. “Raja Benares,” pikirnya. “sedang melakukan suatu perbuatan kejam. Dia membuat Sujata yang baik menjadi menderita; sekarang juga saya harus ke tempat itu.” 

Maka turunlah dia dari alam dewa dan dengan kekuatannya, dia menurunkan raja yang jahat itu dari gajah yang ditungganginya dan meletaknya di tempat hukuman. Sedangkan  diangkatnya Bodhisatta dan dihiasnya dengan segala jenis perhiasan dan dipakaikan jubah raja kemudian diletakkan di punggung gajah kerajaan. Para Algojo segera mengangkat kapak dan memenggal sebuah kepala, tetapi ternyata itu adalah kepala raja dan dia baru mengetahui bawa itu adalah kepala raja setelah kepala itu terpenggal.

Sakka menunjukkan dirinya dan datang ke hadapan Bodhisatta dan mentabhiskannya menjadi raja juga memerintahkan posisi permasuri diberikan kepada Sujata. Dan ketika para pejabat istana, para brahmana dan penduduk lainnya melihat Sakka, raja dari para dewa dengan gembira mereka berkata. “Raja yang jahat telah dipenggal ! sekarang kita telah mendapat raja yang baik dari Sakka!” 

Kemudian Sakka melayang di udara dan berkata,”Raja kalian yang baik ini mulai sekarang akan memerintah dengan bijaksana. Jika Raja ini tidak bijaksana, maka dewa akan menurunkan hujan tidak pada musimnya, dan pada musimnya dia tidak akan menurunkan hujan tetapi bahaya kelaparan, bahaya wabah, bahaya perang – tiga ancaman bahaya ini akan mendatanginya.”

Demikian dia memberikan pelajaran kepada mereka dan mengulangi bait kedua
Untuknya tidak ada hujan yang turun pada musimnya; tetapi tidak pada musimnya, hujan akan turun terus menerus.Seorang raja turun dari langit menuju kea lam ini, melihat alasan mengapa orang ini dipenggal .
Demikian Sakka menasehati orang banyak, kemudian dia langsung pulang menuju ke kediamannya. Sang Bodhisatta memerintah dengan benar dan kemudian terlahir sebagai penghuni alam surga

Setelah Sang Guru mengakhiri uraian ini, Beliau mempertautkan kisah kelahiran mereka, pada masa itu Devadatta adalah raja yang jahat, Anuruddha adalah Sakka. Sujata adalah ibunya Rahula dan raja yang muncul atas pemberian Sakka adalah diriku sendiri.


Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Copyright © 2011. Cerita Jataka - Kisah Sang Buddha Gautama pada masa kelahiran lampau - All Rights Reserved
Template Proudly powered by Blogger