BHARU-JATAKA

Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang Raja Kosala.
Diceritakan , pemberian-pemberian yang sangat bagus diberikan kepada Yang Terberkahi dan pra pengikutnya dan semuanya diselenggarakan dengan penuh hormat, seperti yang tertulis,” 

Pada masa itu, Yang Terbekati dihargai dan dipuja, dihormati, dimuliakan dan menerima pemberian-pemberian yang berharga; jubah, makanan, tempat tinggal, obat-obatan dan perbekalan; dan para bhikkhu dihormati dan seterusnya (seperti sebelumnya). Anggota kaum tithiya tidak dihormati dan seterusnya (seperti sebelumnya). 


Anggota kaum tithiya menemukan bahwa penghormatan dan perolehan berkurang, karena itu, mereka mengadakan rapat rahasia untuk berunding,” Sejak munculnya Petapa Gotama,” kata mereka “Penghormatan dan perolehan tidak lagi sampai ke tangan kita dan dia mendapatkan semuanya. Apakah sebab dari keberuntungannya itu ?” 

Kemudian salah seorang dari petapa itu berkata sebagai berikut, “Petapa Gotama mempunyai tempat yang paling bagus dan paling terhormat di seluruh India untuk ditempati dan inilah alasan dari keberuntungannya.”  

Kemudian yang lain berkata, “Jika ini sebabnya, maka kita harus membangun kediaman saingan di sekitar Jetavana dan kita harus mendapatkan kembali perolehan kita.” Itulah kesimpulan yang mereka capai.

“Tetapi, jika kita membangun kediaman kita tanpa diketahui oleh raja,para Bhikkhu akan menghalangi kita, jika raja menerima pemberian, dia tidak akan segan-segan untuk membubarkan kediaman mereka, jadi lebih baik kita menyuapnya agar dia memberi sebuah tempat untuk kita.” Pikir mereka

Maka dengan campur tangan para pejabat istana, mereka berhasil memberikan seratus ribu keeping uang kepada raja dengan pesan,” Raja yang agung. Kami akan membangun kediaman saingan di sekitar Jetavana,  tetapi apabila par bhikkhu memberitahu anda bahwa mereka tidak mengizinkannya. Tolong jangan memberikan jawaban apapun kepada mereka.” Raja menyetujui ini karena dia ingin mendapatkan uang suap ini.

Setelah bersekongkol demikian dengan raja, petapa tithiya itu mencari seorang tukang bangunan dan memulai pekerjaannya dan menimbulkan suara yang sangat ribut.

“Suara ribut dan bising apakah ini, Ananda ?” tanya Sang Guru. “Suara itu ditimbulkan oleh kaum tithiya yang sedang membangun kediaman mereka.” Jawab Ananda.

“Tempat itu sangatlah tidak cocok untuk mereka tempati. Kaum tithiya ini sumber dari keributan, tidak aka nada kehidupan dengan mereka.” Sang Guru berkata. Kemudian beliau memanggil para bhikkhu untuk berkumpul dan meminta mereka pergi untuk memberitahu raja untuk menghentikan pembangunan itu.

Para Bhikkhu pergi dan berdiri depan gerbang istana, Raja segera setelah mendengar kedatangan mereka dan mengetahui bahwa mereka pasti datang untuk memintanya menghentikan pembangunan tempat baru itu. 

Tetapi, karena dia telah disuap, dia memerintahkan pengawalnya untuk mengatakan bahwa dia sedang keluar. Para bhikkhu pun pulang dan memberitahukannya kepada Sang Guru. Sang Guru menduga pasti suap sudah diberikan dan kemudian dia mengutus dua murid utamanya untuk mengunjungi sang raja. 

Tetapi sang raja setelah mendengar kedatangan mereka, juga memberikan perintah yang sama; dan mereka juga pulang memberitahu Sang Guru. Sang Guru berkata, “Tidak mungkin raja tidak berada di rumahnya, dia harus dipaksa keluar!”.

Keesokan harinya,  Beliau berpakaian dan membawa serta patta dan jubah-Nya, berjalan ke istana dengan lima ratus Bhikkhu. Sang raja mendengar mereka datang dan segera turun dari lantai atas dan mengambil patta Sang Buddha, kemudian dia memberikan nasi dan bubur kepada mereka dan dengan hormat duduk di satu sisi.

Sang Guru mulai memberikan penjelasan untuk kebaikan dengan kata-kata berikut
Raja yang Mulia, raja-raja lain di masa lampau menerima suap yang membuat orang berbudi luhur saling bertengkar dan diusir dari kerajaannya, dan dihancurkan sama sekali.” Dan kemudian atas permintaannya, Sang Guru memceritakan kisah masa lampau

Dahulu kala, pada saat pemerintahan Raja Bharu, Bodhisatta adalah guru dari satu kelompok petapa  dia adalah seorang petapa yang memiliki lima kesaktian dan delapan pencapaian meditasi. Dia berdiam lama di daerah pegunungan Himalaya.

Dia turun dari Himalaya untuk memperoleh garam dan bumbu-bumbu lainnya dengan diikuti lima ratus pengikutnya dan mereka datang bertahap ke kota Bharu. Dia pergi berkeliling untuk mendapatkan derma di kota dan kembali dari tempat itu, dia duduk di gerbang utara dibawah pohon beringin yang dirimbuni oleh dahan-dahan dan ranting. Di sanalah dia menyantap makanannya dan menetap.

Setelah rombongan petapa itu berdiam disana dalam jangka waktu setengah bulan, datanglah seorang guru lain dengan lima ratus pengikutnya  yang juga berkeliling berderma di sekitar kota, kemudian keluar dan duduk di pohon beringin yang lain di gerbang selatan. Mereka juga berdiam dan makan di daerah itu. Kedua rombongan itu berdiam disana selama yang mereka perlukan sebelum kembali lagi ke Himalaya.

Ketika mereka pergi, pohon di gerbang selatan pun layu. Di waktu lain, rombongan yang tinggal di gerbang selatan datang terlebih dahulu dan emngetahui pohon mereka layu, maka mereka pun terlebih dahulu mengelilingi kota meminta derma dan melewati pintu gerbang utara. Mereka makan dan berdiam di bawah pohon beringin dan rombongan berikutnya yang lain setelah itu, emngelilingi kita dan menyiapkan santapan mereka dan hendak berdiam di pohon mereka.

“ini bukan pohon kalian, ini pohon kami!” teriak mereka. Dan mereka pun mulai bertengkar mengenai pohon tersebut. Pertengkaran itu bertambah besar yang satu –“Jangan mengambil tempat yang kami tempati dahulu” sedangkan yang lain –“Kali in kami yang datang terlebih dahulu, kalian tidak boleh mengambilnya.” Sambil masing-masing berteriak keras bahwa mereka lah pemilik pohon tersebut. Mereka semua pergi ke istana raja.

Raja mengatakan bahwa siapa yang berdiam terlebih dahulu lah yang berhak mempertahankannya. Kemudian yang lain berpikir,” kami tidak akam membiarkan diri kami sendiri mengatakan bahwa kami kalah!’ mereka kemudian memindai dengan kekuatan mata dewa dan mengamati bentuk kereta kuda yang cocok digunakan oleh seorang raja, mereka mengambil dan mempersembahkannya kepada raja sebagai hadiah dan memintanya umtuk memberikan mereka hak milik atas pohon tersebut. 

Beliau menerima pemberian tersebut dan memutuskan bahwa keduanya berhak mendiami di bawah pohon tersebut. Dan demikian mereka menjadi tuan rumah bersama di sana.

Kemudian rombongan petapa yang lain mengambil roda-roda berhiaskan permata dari kereta kuda yang sama dan mempersembahkannya kepada sang raja dan memohon kepadanya, “ Wahai Raja yang Agung, biarkan kami memiliki pohon itu sendiri!” Begitu juga yang kemudian dilakukan oleh sang raja. Kemudiaan para petapa itu menyesal dan berkata,” kami yang telah memadamkan nafsu terhadap kekayaan dan godaan dari kesenangan indriawi dan telah meninggalkan keduniawian, harus bertengkar untuk mendapatkan tempat di bawah sebatang pohon dan bahkan memberikan suap ! Ini bukanlah sesuatu yang pantas.” Mereka pun pergi dengan tergesa-gesa sampai tiba di Himalaya.

Semua makhluk dewata yang berdiam di Kerajaan Bharu, dengan satu pikiran dan marah kepada sang raja. Mereka menggejolakkan air laut dan membuat Kerajaan Bharu dengan luas tiga ratus yojana itu seakan-akan tidak pernah ada dank arena Raja Bharu seorang, semua penghuni kerajaan binasa

Ketika Sang Guru mengakhiri kisah ini, dengan kebijaksanan-Nya yang sempurna. Beliau mengucapkan bait berikut
Raja Bharu seperti diceritakan kisah lama; membuat petapa suci bertengkar suatu hari.
Karena perbuatan buruk yang diperbuatnya dia mati; dan bersamanya seluruh kerajaan binasa
Penyebabnya ini sama sekali tidak disetujui para bijak;
Ketika nafsu berkecamuk di dalam hati.Dia yang terbebas dari tipu muslihat yang hatinya suci, semua yang dikatakannya adalah benar dan pasti.
Ketika Sang Guru telah mengakhiri kisah ini, beliau menambahkan,” Raja Yang Mulia, seseorang tidak seharusnya dikuasai oleh nafsu. Orang-orang yang berkeyakinan tidak seharusnya bertengkar satu sama sekali.” Kemudian beliau mempertautkan kisah lahirnya. 

Pada masa itu, aku adalah pemimpin petapa suci itu. Setelah selesai menjamu Sang Guru dan pengikutnya, sang raja mengirimkan beberapa orang menghancurkan kediaman saingan itu dan kaum tithiya oun menjadi tuna wisma.





Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Copyright © 2011. Cerita Jataka - Kisah Sang Buddha Gautama pada masa kelahiran lampau - All Rights Reserved
Template Proudly powered by Blogger