Diceritakan terdapat seorang tukang pangkas yang tinggal di Vesali, dia biasa mencukur, mengepang, menata rambut kaum bangsawan, raja dan ratu, pangeran dan putri, memang dia melakukan semua pekerjaan yang seharusnya dia lakukan.
Dia adalah seorang umat yang berkeyakinan dan berlindung di bawah Tiga Permata, yang bertekad untuk menaati lima silal dan dari waktu ke waktu,selalu mendengarkan khotbah Dharma dari Sang Guru.
Dia adalah seorang umat yang berkeyakinan dan berlindung di bawah Tiga Permata, yang bertekad untuk menaati lima silal dan dari waktu ke waktu,selalu mendengarkan khotbah Dharma dari Sang Guru.
Suatu hari, dia berangkat untuk melaksanakan tugas di istana dengan membawa putranya bersamanya. Anak muda itu ketika melihat seorang gadis Licchavi yang berpakaian cantik dan anggun seperti seorang bidadari, dia pun jatuh cinta kepadanya. Dia berkata kepada ayahnya ketika mereka mennnggalkan istana bersama, “Ada seorang gadis-jika saya mendapatkannya, saya akan hidup; Jika tidak, hanyalah kematian yang ada bagiku.”
Dia tidak mau mencicipi sepotong makanan pun, hanya terlentang sambil memeluk gulingnya. Ayahnya melihatnya dan berkata,” Mengapa Putraku , janganlah menginginkan buah terlarang. Anda bukanlah siapa-siapa- anak seorang pemangkas rambut; Gadis Licchavi adalah seorang keturunan bangsawan, Anda tidak sebanding dengannya, Saya akan mengenalkan orang lain padamu, seorang anak perempuan dri tempatmu dan golonganmu sendiri.”
Tetapi anak laki-laki ini tidak mau mendengarkannya. Kemudian datang ibu, abang dan kakak, bibi dan paman, semua sanak saudaranya, teman-teman dan rekan-rekannya, mencoba untuk menenangkannya; tetapi mereka tidak dapat menenangkannya. Jadi dia merana dan makin merana, dan berbaring di sana sampai dia meninggal.
Kemudian ayahnya mengadakan upacara pemakamannya dan melakukan apa yng biasa dilakukan untuk arwah orang yang meninggal. Setelah beberapa waktu, ketika kesedihanya telah mulai memudar, dia berpikir dia akan melayani Sang Guru.
Dengan membawa dalam jumlah yang banyak bunga-bunga, wangi-wangi an dan minyak wangi, dia berkunjung ke Mahavana dan memberi pujian kepada Sang Guru, memberi hormat kepada Nya dan duduk di samping. “ Mengapa anda menyembunyikan diri selama ini, Upasaka ?” Sang Guru bertanya.
Kemudian laki-laki ini menceritakan apa yang terjadi, Jawab Sang Guru, “Ah Upasaka, ini bukan pertama kalinya dia menderita karena menanamkan hatinya kepada apa yang tidak seharusnya dia miliki; ini jugalah merupakan apa yang telah dilakukannya dahulu.”
Kemudian atas permintaan upasaka tersebut, Beliau menceritaan sebuah kisah masa lampau.
Dahulu kala, ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor singa muda didaerah pegununungan Himalaya. Pada keluarga yang sama, ada beberapa adik laki-laki dan satu saudara perempuan dan semuanya tinggal di Gua Emas.
Di dekat gua, terdapat Gua Kristal di atas gunung Perak tempat seekor serigala tinggal.Setelah beberapa waktu, singa-singa tersebut kehilangan orang tua mereka akibat serangan kematian. Setelah itu,mereka selalu meninggalkan singa betina, saudara perempuan mereka didalam gua ketika mereka mengembara untuk mencari makan yang kemudian jika mereka mendapatkannya, mereka akan membawa makanan tersebut pulang untuk dimakannya.
Ketika serigala itu melihat sekilas singa betina ini, dia jatuh cinta kepadanya; tetapi bila singa tua dan singa betina ada, dia tidak mendapatkan jalan masuk. Ketika ketujuh kakaknya pergi mencari makanan, dia pun kekluar dari Gua Kristalnya dan bergegas ke Gua Emas itu, tempat dia berdiri di samping singa betina muda itu dan menyapanya dengan licik, dengan kata-kata menggoda dan membujuk sebagai berikut , “Oh Singa Betina, saya adalah seekor makhluk yang berkaki empat dan begitu juga dirimu, Oleh sebab itu, jadilah Anda sebagai pasanganku dan saya akan menjadi suamimu ! Kita akan tinggal bersama dalam persahabatan dan hubungan yang baik, dan Anda akan selalu mencintaiku!”
Setelah mendengar ini, singa betina berpikir dalam hati, “Serigala ini adalah jenis binatang buas, keji dan seperti seorang laki-laki dengan kasta rendah; tetapi sebaliknya saya adalah yang dihormati sebagai kaum bangsawan. Dengan begitu, terhadap diriku dia berkata demikian adalah sangat tidak layak dan buruk. Bagaimana saya dapat hidup setelah mendengarkan apa yang dikatakannya ? Saya akan menahan nafas sampai saya mati”-
Kemudian, dia berpikir sejenak, “Jangan,” dia berkata,” untuk mati seperti ini tidak akan rupawan. Saudara laki-laki saya akan segera pulang; Saya akan memberitahu mereka dulu dan kemudian baru saya mengakhiri hidup saya sendiri.”
Serigala itu, mendapatkan tidak ada jawaban, merasa yakin dia tiak peduli apa pun terhadapnya jadi dia pulang kembali ke Gua Kristalnya dan berbaring dengan sedih.
Adapun salah satu dari singa-singa muda tersebut, setelah membunuh seekor kerbau , gajah atau apa saja, dia memakan sebagian darinya dan membawa pulang untuk berbagi dengan adik perempuannya yang dia berikan padanya, sambil mengajak makan, “Tidak, kakak,” katanya. “tidak sepotong pun akan saya makan; karena saya akan mati!”
“Mengapa bisa begini ?” tanya nya. Dan singa betina menceritakan kepadanya apa saja yang telah terjadi. “Di mana serigala ini berada sekarang ?” tanyanya. Dia melihatnya berbaring di dalam Gua Kristal dan mengira dia berada di atas langit, dia berkata, “Mengapa. Kakak, tidak dapatkah Anda melihatnya di Gunung Perak, berbaring di atas langit?” Singa muda, tidak menyadari bahwa serigala itu berbaring di dalam Gua Kristal, dan menganggap bahwa dia benar-benardi langit, melakukan sebuah terjangan, seperti yang biasa dilakukan singa-singa, untuk membunuhnya dan menubruk kristal itu; yang menghancurkan hatinya menjadi berkeping-keping dan jatuh ke kaki gunung itu, dia pun binasa saat itu juga.
Kemudian datang yang lain, kepadanya singa betina itu menceritakan cerita yang sama. Singa ini bahkan melakukan apa yang dilakukan singa pertama dan jatuh mati di kaki gunung. Ketika enam dari singa-singa itu binasa dengan keadaan yang sama, dan yang terakhir datang adalah si Bodhisatta.
Ketika dia menceritakan kisahnya, dia kemudian menanyakan di mana serigala itu berada.” Dia berada disana.” jawabnya. “Di atas langit itu, di atas Gunung Perak!”
Bodhisatta berpikir – “Serigala berbaring di langit ? Omong kosong, Saya tahu apa itu; dia sedang berbaring di dalam Gua Kristal.” Jadi dia datang ke kaki gunung dan disana dia melihat keenam abangnya terbaring mati. “Saya tahu mengapa begini.” pikirnya; “mereka semuanya bodoh dan kekurangan kebijaksanaan yang sempurna; tidak mengetahui bahwa itu adalah Gua Kristal, mereka menggunakan hati mereka melawannya dan terbunuh. Ini adalah hasil dari melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa tanpa berpikir.” Dan dia mengulangi bait pertama
“Siapa yang terburu-buru mengerjakan suatu usaha, tidak memperhitungkan hal-hal apa yang bakal terjadi. Seperti seorang yang membakar mulutnya pada saat makan, demikian dia jatuh sebagai korban terhadap rencana-rencana yang disusunnya.”
Setelah mengucapkan baris-baris ini, singa itu melanjutkan, “Saudara-saudara saya ingin membunuh serigala ini tetapi tidak tahu menyusun rencana mereka dengan pintar; jadi mereka melompat terlalu cepat dan datanglah ajal mereka. Ini tidak akan saya lakukan tetapi saya akan membuat serigala ini menghancurkan hatinya sendiri ketika dia berbaring dis sana di dalam Gua Kristal, “Jadi dia mencari jalan keluar yang biasanya dilalui serigala untuk naik dan turun, dan berbalik ke jalan itu, dia meraung tiga kali raungan singa-singa, bumi dan langit menghasilkan satu raungan yang sangat hebat! Serigala yang sedang berbaring di dalam
Gua Kristal itu pun ketakutan dan terperanjat, hatinya meledak dan binasa di tempat seketika.
Sang Guru melanjutkan, “Demikianlah serigala binasa mendengar raungan singa itu.” Dan dalam kebijaksanaan-Nya yang sempurna, Beliau mengulangi bait kedua berikut –
“Di Daddara, singa memberi suatu raungan, dan membuat Gunung Daddara bergema kembali. Susah untuk seekor singa hidup; dia sangatlah takut mendengar suara itu, hatinya meledak menjadi dua”
Demikianlah singa membuat serigala itu menemui ajalnya. Kemudian dia menguburkan saudara-saudaranya bersama-sama dalam satu kuburan. Dan berkata kepada saudara perempuannya mereka semua telah mati dan menghiburnya. Dan dia tinggal selama hidupnya di Gua Emas, sampai dia meninggal ke tempat yang diperolehnya dari kebaikan-kebaikannya.
Ketika Sang Guru telah menyampaikan uraian ini, Beliau memaklumkan kebenaran-kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran ini;-- di akhir kebenaran-kebenarannya, Upasaka itu mencapai tingkat kesucian Sotapanna –“Pada masa itu, anak tukang pangkas adalah serigala; anak perempuan Licchavi adalah singa betina yang muda; enam singa-singa muda yang lainnya adalah sekarang Bhikkhu senior dan diri-Ku adalah singa yang paling tua.
Posting Komentar