SUKARA-JATAKA

Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana tentang seorang thera yang sangat tua
Diceritakan bahwasannya pada suatu acara malam dan Sang Guru berkhotbah berdiri d tangga yang berhiasan permata di depan ruangan yang wangi. Setelah menyampaikan khotbah tentang Yang Sempurna Menempuh Jalan, Beliau pergi tidur di dalam Gandhakuti dan Panglima Dhamma, memberi hormat kepada Sang Guru dan kembali ke kamarnya sendiri.  Maha Moggallana juga kembali ke kamarnya dan setelah beristirahat sebentar dia kembali menanyakan sebuah pertanyaan kepada Thera Sariputta. 

Sewaktu dia menanyakan pertanyaan demi pertanyaan,  Sang Panglima Dhamma menjelaskan semuanya seperti membuat bulan muncul dilangit. Disana hadir empat kelompok siswa yang duduk dan mendengarkan semuanya. Kemudian sebuah gagasan datang ke pikiran satu thera senior. “Andaikata,” dia berpikir,” saya bisa membuat Sariputta bingung di hadapan orang-orang ini, dengan menanyakan beberapa pertanyaan, maka mereka semua akan berpikir,” Betapa pintarnya orang ini!” dan saya akan memperoleh banyak pujian dan reputasi.


Demikianlah dia bangkit dan kumpulan orang-orang itu, melangkah mendekati Sariputta, berdiri di salah satu sisi dan berkata, “Avuso Sariputta, saya juga mempunyai suatu pertanyaan buatmu; sudikah Anda membiarkan saya mengutarakannya ? Berilah saya suatu keputusan di antara diskriminasi atau nondiskriminasi, penyangkalan atau penerimaan, perbedaan atau lawan perbedaan” Thera itu melihatnya,” Orang tua ini, masih berdiri di lingkungan nafsu; dia sangat kosong dan tidak tahu.” 

Dia tidak mengucap sepatah katapun padanya karena sangat memalukan; meletakkan kipasnya dan dia bangkit dri tempat duduknya dan berjalan kembali ke kamarnya. Dan begitu juga dengan Thera Mogallana. Orang-orang di sekitarnya melompat bangun dan berteriak,” Tangkap laki-laki tua jahat ini yang tidak mengizinkan kita mendengarkan khutbah!” dan mereka mengepungnya. 


Dia pun berlari dan jatuh ke dalam sebuah lubang di sudut kakus yang hanya berada di luar vihara itu; ketika bangun, badannya diselimuti koran. Ketika orang-orang melihatnya, mereka merasa bersalah telah melakukannya dan melapor ke Sang Guru, beliau bertanya,” Mengapa kalian datang bukan pada waktunya, Para Upasaka ?” 

Mereka memberitahukan apa yang telah terjadi pada-Nya. “Para Upasaka,” kata beliau “Ini bukan pertama kalinya orang tua ini diberhentikan dan tidak mengetahui kekuatannya sendiri, mengadu kekuatannya dengan yang kuat, hanya untuk ditutupi dengan kotoran. Pada dahulu kala, dia mengetahui bagaimana kekuatannya dan mengadu dengan yang kuat dan kemudian ditutupi dengan kotoran seperti sekarang ini.” Kemudian atas permintaan mereka, beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau kepada mereka.

Dahulu kala, ketika Bramadatta adalah Raja Benares, Boddhisata adalah seeokor singa yang tinggal di sebuah gua di pegunungan Himalaya. Dekat di sana, terdapat banyak babi hutan yang tinggal di tepi danau; dan di samping danau yang sama itu, hidup sekumpulan petapa di gubuk yang terbuat dari daun-daun dan dahan pohon.

Suatu hari singa itu menaklukkan seekor kerbau, gajah atau sejenis hewan buruannya; dan setelah memakan apa yang dia inginkan, dia turun ke danau ini untuk minum. Saat dia keluar,  seekor babi hutan yang kuat kebetulan sedang makan di tepi danau,” Dia akan menjadi makananku suatu hari nanti,” pikir singa itu.  

Tetapi karena takut kalau babi hutan itu melihatnya, dia mungkin tidak akan pernah datang ke sana lagi, singa itu, ketika keluar dari air, menyelinap ke samping. Babi hutan ini melihat hal ini dan timbul gagasan dalam pikirannya. “Ini dikarenakan dia melihat saya dan ketakutan ! Hari ini akan terjadi  pertarungan antara saya dengan seekor singa!” jadi dia meninggikan kepalanya dan membuat tantangan terhadap singa itu di bait pertama :
Anda berkaki empat – begitu juga dengan saya; Dengan demikian Teman, kita berdua sama, tahukan Anda; Berbaliklah Singa, berbalik, takutkah Anda ? Mengapa Anda lari dari saya ?

Singa itu mendengarnya, “Babi Hutan.” Dia berkata “Untuk hari ini tidak akan ada pertarungan antara Anda dengan saya. Tetapi minggu depan, marilah kita bertarung d tempat ini juga.” Dan setelah mengucapkan kata-kata ini, dia pergi.


Babi hutan itu sangat gembira dengan berpikir bagaimana dia akan  bertarung dengan seekor singa dan dia menceritakan kepada semua teman-teman dan keluarganya tentang hal ini. 

Tetapi kisah ini hanya menakutkan mereka. “Anda akan menjadi kutukan untuk kami semua,” mereka berkata,” dan Anda sendiri sampai kaki. Anda tidak mengetahui apa yang dapat anda lakukan, kalau tidak Anda tidak akan berhasrat untuk bertarung dengan seekor singa, Ketika singa datang, dia akan membawa kematian untuk Anda dan kita semua; janganlah bengis !” kata-kata itu membuat babi hutan takut sendiri. .”Apakah yang harus saya lakukan kalau begitu?’ dia bertanya. 


Kemudian babi hutan lainnya menasehatinya untuk berguling-guling di dalam kotoran-kotoran para pertapa selama tujuh hari dan dirinya dengan tetesan embun dan pertama berada di tempat bertarung; harus menemukan bagaimana angin akan bertiup; dan mendapatkan arah dari mana angin bertiup; dan singa sebagai makhluk yang bersih akan membiarkanya hidup sewaktu menciumnya.

Demikian yang dilakukannya; dan pada hari yang telah ditetapkan, dan berada disana. Begitu singa mencium baunya, dan mencium bau kotoran, dia berkata, “Babi Hutan, muslihat yang licik! Jika anda tidak diliputi oleh kekotoran, saya akan menghabisi nyawamu hari ini juga. Tetapi karenanya, saya tidak dapat menggigtmu, juga tidak mau menyentuhmu dengan kakiku. Oileh sebab itu, saya membiarkan anda hidup.” Dan kemudian dia mengucapkan bait kedua :
Oh ! Babi Hutan yang kotor,kulitmu busuk, bau busuk itu sangat mengerikan buatku;
Jika anda ingin bertarung, saya mengalah dan andalah yang menjadi pemenangnya.
Kemudian singa itu pergi dan mencari makanannya; dan dengan segera, setelah meminum di danau itu, dia kembali ke guanya di pegunungan itu. Dan babi hutan itu berkata kepada keluarganya bagaimana dia mengalahkan singa itu! Tetapi mereka sangat cemas terhadap ketakutan kalau singa itu akan kembali datang pada suatu hari lagi dan menjadi maut bagi mereka yang semua. Jadi mereka pun melarikan diri dan pergi ke tempat yang lain

Ketika Sang Guru mengakhiri uraian ini, beliau mempertautkan kisah kelahiran  mereka.  “pada masa itu babi hutan adalah thera tua dan diriKu sendiri adalah singa.
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Copyright © 2011. Cerita Jataka - Kisah Sang Buddha Gautama pada masa kelahiran lampau - All Rights Reserved
Template Proudly powered by Blogger