Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana tentang seorang yang sulit untuk dinasehati. Sang Guru berkata kepada bhikkhu ini, “Pada zaman dahulu kala, seperti sekarang, anda diinjak mati oleh seekor gajah yang marah karena sulit dinasehati dan mengabaikan nasihat orang bijkasana.” Dan beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau
Dahulu kala, ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta terlahir di dalam keluarga seorang brahmana. Ketika beranjak dewasa, dia meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan suci sebagai seorang pabbajita dan pada waktunya, ia menjadi pemimpin sebuah kelompok lima ratus petapa, yang semuanya hidup di daerah pegunungan Himalaya.
Diantara petapa itu, terdapat seorang yang sulit untuk dinasehati dan selalu mengabaikan nasehat yang bernama Indasamanagotta. Dia memiliki seekor gajah peliharaan. Bodhisatta memanggilnya ketika mengetahui hal ini dan menanyakan apakah benar dia memiliki seekor gajah peliharaan. “Benar, Guru” jawabnya, “gajah itu telah ditinggalkan oleh induknya.”
“Baiklah, ketika gajah-gajah menjadi dewasa, mereka akan membunuh orang-orang bahkan orang yang membesarkan mereka, jadi anda lebih baik tidak memeliharanya lagi.” Kata Sang Guru
“Tetapi saya tidak dapat hidup tanpanya.” Kata sang murid
“Baiklah, tapi anda akan menyesali nya di kemudian hari.” Sang Guru berkata.
Bagaimanapun, dia masih tetap memelihara hewan itu, seiring berjalannya waktu, hewan itu tumbuh besar. Suatu hari ketika para petapa semuanya pergi jauh untuk mengumpulkan akar-akaran dan buah-buahan di dalam hutan dan mereka tidak akan pulang selama beberapa hari.
Tiupan angin selatan membuat gajah itu menjadi liar. “Hancurkan gubuk ini!” pikirnya.
“Saya akan menghancurkan kendi air! Saya akan menjungkirkan kendi air ! Saya akan menjungkir balikkan papan batu itu ! Saya akan merobek-robek kasur jerami itu ! Saya akan membunuh petapa dan kemudian pergi !” Maka dia kabur masuk ke dalam hutan dan menunggu sambil melihat kepulangan mereka.
Majikannya pulang duluan dengan penuh makanan untuk peliharaannya. Segera setelah melihatnya dia mempercepat langkah , berpikir semuanya baik-baik saja. Dengan tergesa-gesa, gajah itu keluar dari semak belukar dan menangkapnya dengan belalai, melemparnya ke lantai kemudian dengan pukulan di kepala dia mengakhiri nyawanya; dan sambil mengeluarkan suara dengan menggila, dia berlari masuk ke dalam hutan.
Para petapa lainnya menyampaikan kabar ini kepada Bodhisatta. “kita tidak seharusnya berurusan dengan makhluk jahat.” Dan kemudian dia mengulangi dua bait berikut :
Yang seharusnya menghindar dari pergaulan dengan yang jahat;Yang baik tahu akan kewajiban apa yang seharusnya mereka lakukan;Yang jahat akan melakukan kejahatan cepat atau lambat seperti gajah yang membunuh majikannya itu
Akan tetapi, jika anda bertemu dengan seseeorang yang baik dalam moralitas, kebijaksanaan, dan pembelajaran;
Maka pilihlah yang demikian untuk dijadikan teman baik; Teman baik dan berkah berjalan seiring.
Dengan cara ini, Bodhisatta menunjukkan kepada kelompok petapanya bahwa sebaiknya menjadi orang patuh dan tidak sulit dinasehati. Kemudian dia mengadakan pemakaman Indasamanagotta dan melanjutkan hidup dengan mengembangkan kediaman luhur dan akhirnya terlahir kembali di alam brahma.
Setelah selesai menyampaikan uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka – Orang yang mengabaikan nasehat itu adalah Indasamanagotta dan diriKu adalah guru yang menasehatinya
Posting Komentar